Saturday, November 19, 2011

Dharavi : Works

Masih berhubungan dengan posting sebelumnya. Karena begitu banyak yang ingin diceritakan, tanpa sadar saya menimbun begitu banyak post dalam draft. Bagian kedua tentang Dharavi akan berbagi sedikit tentang pekerjaan mereka, sejauh yang bisa kami tangkap dengan lensa yang seadaanya.
Mari..
Day 48
 9 Juli 2011
Dharavi 

Mamang Arum Manis!
Saya lupa tidak menanyakan apa sebutannya disini. Namun nampaknya cukup menjadi jajanan yang populer di kalangan anak - anak. 
And see, it's Pink! Shocking Pink! :D
Ibu Tukang Sayur.
Di Pasar Simpang Bandung, langganan kami namanya Ibu Dedeh. Gemuk, centil dan amat sangat murah senyum.
Dedek Tukang Payung.
Melihatnya sungguh saya amat sangat miris. Nampaknya anak lelaki manis ini sudah tidak lagi bersekolah 
( atau malah tidak bersekolah). Teringat adik sendiri di rumah..
Mas Katering.
Nampaknya lebih pantas dipanggil Bapak dari pada Mas. 
Beliau ini yang bertanggung jawab atas jasa katering, salah satu bisnis yang ramai di Mumbai. 
Semua bisa dipanggil, semua bisa diantar, dan semua bisa setengah porsi. 
Bapak Chai.
Siapa yang bisa menolak chai panas di saat hujan?
Meskipun terselip diantara gang kecil yang penuh sesak, niat menikmati teh susu hangat tidak akan pernah surut
Aa' Keramik.
Aa' yang satu ini tenang sekali bekerja, 
meskipun kami dengan tidak tahu malunya datang berkunjung ke dalam ruang kerjanya 
yang sempit dan penuh hasta karya pecah belah.
Beruntung semua masih tetap pada tempatnya ketika kami pulang.
Mama Kaleng.
Beliau bertanggung jawab menggumpulkan wadah minyak kalengan.
Selain di pinggir jalan, bagian dalam rumahnya pun sudah penuh dengan wadah wadah kaleng.
Limbah.
Bentuknya yang lucu tidak bisa menutupi aromanya yang tidak sedap.
Hujan, becek, dan jangan harap ada ojek.
Disini air menetes tidak hanya dari langit, namun juga dari sela - sela terpal, dan pipa yang bocor di jalan.
Om Sadar Kamera.
Sungguh si Om yang satu ini nampaknya sulit untuk multi tasking. 
Sekalinya berpose dia akan lupa mengangkut barangnya - barangnya ke dalam truk.
Abang Besi Bekas Serba Ada.
Di samping truk ini selain besi terdapat puluhan mesin cuci dan kulkas yang keadaannya sudah entah-entah.
Saya mengucap doa banyak - banyak melihat dua anak kecil ini dari belakang.
Rasanya sedih dan miris,
karung yang mereka bawa bercerita lebih banyak dari apa yang saya bisa
Semoga harimu cerah, 
dan masa depanmu menyenangkan ya?

If we are to teach real peace in this world, and if we are to carry on a real war against war, we shall have to begin with the children.
-Mohandas Gandhi-

Dharavi : State That I am In

Home is the nicest word there is.
Laura Ingalls Wilder

Enam lembar halaman buku cek yang tersobek menyadarkan saya bahwa sudah enam bulan kami tinggal di Mumbai. Beberapa kali melakukan perjalanan bisnis keluar kota, mencuri libur di akhir pekan, sampai kedatangan tamu dari jauh sudah terlewati dan saya masih berada di halaman yang sama dengan bulan bulan kemarin. Maafkan atas kemalasan yang berkepanjangan, cerita yang tidak runut dan janji - janji palsu pada suami tercinta untuk selalu menulis setiap minggunya. Berikut cuplikan kecil suatu hari di bulan Juli

Day 48

 9 Juli 2011
Dharavi

Dharavi adalah salah satu dari sekian banyak hal yang mengundang kami ke Mumbai. Ketika Flo seorang gadis Perancis yang manis mengajak kami menghabiskan hari Sabtu disana dengan hati riang kami menuju Stasiun Bandra untuk membidik perkampungan kumuh raksasa ini.


Welcome to Dharavi
Tidak ada 'pintu selamat datang' namun melalui satu dari seribu mulutnya Dharavi menyambut kami dengan komedi kincir angin yang sudah terbalik seratus delapan puluh derajat. Pelosok kota Mumbai sangat marak dengan komedi kincir angin yang digerakan secara manual, seperti yang pernah kami saksikan di Moh. Ali Road 
Home Sweet Home.
Sungguh saya tidak berlebihan saat mengatakan bahwa flat ini masih bisa dikatakan layak huni untuk ukuran Mumbai. Flat - flat yang tidak lebih baik keadaannya bahkan bisa ditemukan beberapa langkah dari Four Season Hotel yang mentereng di daerah Worli.
Perjalanan sepulang sekolah.
Anak anak berseragam yang tidak bersepatu. Biasanya memakai sendal tanpa kaus kaki dan menggunakan kantung plastik sebagai pengganti tas sekolah.
Dharavi can't be so pretty from the Bird eye view..
Kehidupan jalan raya yang mirip gado - gado.
Taksi bertaburan, auto rickshaw berhamburan dan manusia berserakan.
Series of Unfortunate events.
Salah satu rumah penduduk di dekat jalan raya.
Dan seperti layaknya rumah keluarga India yang lain, bisa dipastikan tidak hanya tiga empat orang yang hidup didalamnya.
Perjalanan menuju perkampungan yang terkenal akan daur ulang plastiknya.
Kiri kanan jalan dipenuhi karung karung sampah plastik aneka bentuk.
Indrawan membuka jalan memasuki jalur jalur kecil diantara kumpulan sampah plastik dan limbah antah berantah lainnya
Paint my world.
Aneka warna bisa ditemukan tepat diantara jemari. Hari ini biru sedang berjaya nampaknya.
Penggusuran yang baru terjadi tepat satu minggu sebelum kami datang ke lokasi
Seperti melihat potongan gambar kerja dalam SketchUp.
Berani bertaruh bahwa bangungan 'setengah berdiri' ini masih ramai dihuni setiap malamnya
Berdiri dari atas jembatan dan sibuk bertanya - tanya, 
apa yang akan terjadi ditempat ini tahun depan.
Sudah bukan Dharavi,
namun sulit menemukan perbedaannya bukan?
Dalam perjalanan pulang meninggalkan Dharavi, suatu perkampungan kumuh lainnya di dekat Stasiun Bandra
Bandra.
Salah satu stasiun besar di Mumbai, dan keadaan sekitarnya.


Lalu, apa yang kami temukan di dalamnya?
Selain rasa takjub akan besarnya perkampungan ini,
Disana ada jutaan senyum yang ramah, secangkir Chai panas yang lezat dan teman baru yang mengajak kami berbuka puasa bersama keluarganya di dalam rumah super mungil.
Hangat.
I gave myself to sin
I gave myself to Providence
And I've been there and back again
The state that I am in
-belleandsebastian-

Sunday, September 25, 2011

Krishna Janmashtami

Katanya sepertiga hidup manusia dihabiskan untuk tidur. Sedikit banyak menjelaskan mengapa niat menyusuri sea front setiap minggu pagi hari hanya sebatas wacana, dan kebiasaan menunda bangun pagi sebanyak tiga kali sampai alarm terakhir dibunyikan (terima kasih kepada Indrawan yang merelakan saya tidak mencuci piring di pagi hari demi untuk mengais detik-detik di atas kasur sebelum dengan berat hati berangkat ke kantor). Hal ini juga menjawab mengapa belum satupun perayaan yang saya ceritakan meskipun sudah dua festival besar kami lewati di sini. Sungguh maafkanlah Tuan Kasur dan Nyonya Bantal. 

Day 90
22 Agustus 2011
Prabhadevi

Festival pertama kami di India adalah Krishna Janmashtami atau Festival Dahi Handi, minggu ketiga Agustus, yang semaraknya dimulai dari malam sebelumnya.  Sungguh patut dikagumi semangat berpesta orang - orang disini, yang tidak merelakan orang tidur nyenyak sebelum diberi tabuhan genderang berbumbu petasan.

Jalanan sudah terdengar ramai sejak pagi, dan kami masih meringkuk dalam selimut ; mengais detik - detik bercumbu dengan kasur sampai ke akarnya. Meh! Kami mulai keluar kamar sekitar pukul satu siang,  dan kekhawatiran saya tidak sempat mengabadikan momen Dahi Handi ini pun musnah seketika.

Ternyata tidak perlu berjalan terlalu jauh mencari 'piramid manusia'. 
Di halaman rumah sendiri telah berdiri panggung riang gembira lengkap dengan segala atributnya. 
Ini adalah piramid kami yang pertama.

Di antara merengek dan dipaksa menatap kamera


Berjalan sedikit ke jalan besar saya sudah menemukan iring - iringan lengkap dengan  musik pendukungnya. 
Mereka menari sepanjang jalan, meskipun sedang hujan besar


Festival yang tidak mengenal usia.
Semua warga turun ke jalan, berpesta dengan hujan.


Suasana festival yang mengingatkan akan pemilu di Indonesia.
Pemuda - pemuda berseragam yang saling berkompetisi satu sama lain.


Anak-  anak berdesakan dalam kendaraan. 
Mirip Pinocchio dan kereta Stromboli 


Bisa dibilang hampir semua yang 'bersenang - senang' di jalanan adalah kaum laki - laki. 
Yang dilakukan para wanita, diantaranya adalah menyiram air dari jendela. 
Salah satu contohnya kedua anak ini yang berebut siraman air dari lantai dua.  


Letih berjalan kami berjalan kembali ke rumah untuk beristirahat.
Ternyata 'pesta' belum juga selesai disini.


Saya mengintip dari balik panggung yang katanya riang gembira. 
Memperhatikan para tetangga yang menari di bawah hujan,  khas film India


Menyerah tidak bisa menyusup masuk ke dalam rumah, 
kami kembali menikmati kompetisi Dahi Handi. 
Dengan keterbatasan tinggi badan saya berusaha menangkap semua ingatan


Saya tidak yakin apakah mereka para tetangga atau rombongan 
dari tempat lain yang datang dengan truk - truk besar sebelumnya. 
Yang mereka lakukan adalah menikmati hari dan berpose dengan sepenuh hati. 


Setelah menari di hadapan saya dengan brutalnya, 
kali ini giliran mereka untuk membentuk piramid.


Di basement rumah kami ternyata anak - anak kecil ini berlatih membentuk piramid mini mereka.


Si cantik yang bersinar


Indrawan dengan tim piramid mini


Fatima, gadis cilik seperti boneka yang kami temui di jalan menuju Jambori Park


Jambori Park. 
Sulit rasanya tidak tersesat disini


Perpaduan antara tinggi badan yang tidak mencukupi dan lautan manusia


Mereka terus bermain hingga menjelang malam, dan semua lampu mulai di nyalakan


Biasanya semakin tinggi, semakin kecil anak yang ada di puncak piramid


Si kecil berhelm perak yang berusaha berdiri tegak,
berusaha menjadi yang terbaik tahun ini

Kami meninggalkan Jambori sesaat sebelum gelap. Dengan perjuangan luar biasa keluar dari lautan manusia, dan upaya menjaga supaya sendal jepit kami tidak hanyut terbawa arus air hujan yang merendam hampir setengah betis.
Katanya ada anak-anak yang terluka dalam festival ini karena terjatuh. Berharap semoga dengan semakin modern-nya festival ini dari tahun ke tahun pelayanan medispun akan bertambah baik juga sigap.
Saya tidak tahu seberapa besar hadiah yang diperebutkan, namun semoga semua tidak hanya sebatas apa yang dijanjikan sebelumnya.

Again, be good Mumbai :)

Tuesday, September 20, 2011

Moh. Ali Road

Saya tahu Ramadhan sudah lama lewat. Dan kenangan - kenangan akan Idul Fitri sudah melapuk di dalam komputer saya. Sebelum semuanya terlanjur berkarat, saya memutuskan untuk bercerita sedikit tentang Ramadhan kami di Mumbai. Tempat dimana manusia, hewan dan kendaran beroda bersatu padu berjuang mendapatkan secercah jalan keluar.
Day 74
6 Agustus 2011
Mohammad Ali Road

Ada suatu tempat yang tidak boleh dilewatkan saat Ramadhan di Mumbai, namanya Mohammad Ali road. Setidaknya begitulah yang dikatakan orang. Suami saya, Indrawan, adalah seorang karnivora sejati. Dengan bersemangat mengajak saya mengunjungi jalan fenomenal itu di malam minggu, salah satu tujuannya ; mendapatkan daging 'dewa'. 
Cangkir Monster
Begitu kami menyebut cangkir - cangkir mungil yang kadang tidak ada pasangannya ini.
Dibuat aneka bentuk, aneka warna dan juga aneka harga. 
Dimulai dari angka empat ribu rupiah saja

Cangkir Manggis
Untungnya tidak harus menunggu delapan tahun sekali


Cangkir Nenek
Saya merasa berada di sebuah rumah tua yang berisi aneka pecah belah segala usia.
Di temani aroma kopi dan kursi goyang.


Pasar serba ada
Tepat di hadapan para cangkir kami bertemu puluhan sangkar burung dan tempayan


Dates
Sayangnya kami bukan penggemar kurma sejati. 
Namun kami menyempatkan membeli sekantung kecil campuran kismis, mete dan badam 
seharga tiga puluh rupee atau sekitar enam ribu rupiah


Labeling
Harapan saya hanya, 'Semoga damai di Bumi'


Cling.. cling..
Kios yang menjual aneka peralatan stainless steel


My Old Town
Youth is a disease from which we all recover


Salah satu favorit Indrawan 
Swarma mutton super lembut, meriah dan tentu saja murah


Green Masjid
and travel agent


Bianglala
Bahagia yang ditularkan disepanjang jalan


Heart on the wheels
Bianglala kecil ini digerakan secara manual. Bergiliran setiap beberapa kali putaran.


Beautiful creature
Sungguh tidak sulit menemukan makhluk cantik di Mumbai


Warm gun
Saya lupa nama anak muda ini. Mereka berdua kakak beradik. 
Mengingatkan saya akan adik - adik di rumah.


Ciku Juice
Atau bahasa indonesianya, Jus Sawo. 
Ini pertama kalinya saya mengetahui bahwa sawo bisa dijadikan pilihan untuk embuat jus. 
Bukan buah favorit Indrawan, namun saya amat sangat menggemarinya.


Hop..hop..
Kalau boleh jujur, sebenarnya proses membuat jus ini lebih menarik dari rasanya


Kacang
Hem.. Nampaknya sih kacang


Kumpulan manusia
Berhimpitan sepanjang jalan, di bawah langit Mumbai


Just another (again)
Masjid yang berbagi fungsi dengan lingkungan sekitarnya


Meskipun memerlukan perjuangan yang berat, baik mencapai tempat maupun keluar dari tempat ini . Moh. Ali road adalah tempat yang sungguh sangat menyenangkan untuk berpelesir. Murah, (terlalu) meriah, dan yang pasti kami sama - sama berpendapat bahwa Moh. Ali memiliki atmosfer yang lebih mirip Indonesia dibandingkan bagian lain dari Mumbai.  

Ah, .. dan jangan lupa bazar barang antik setiap hari minggunya :)