Monday, November 8, 2010

Indonesia : dan Insulinde


Setelah memutuskan untuk mengajukan pengunduran diri awal dari sebuah konsultan negeri Singa, saat ini disinilah saya berada. Kembali ke asal.

Sebuah tawaran menarik untuk mereka ulang perjalanan yang kami lalui diterima dengan senang hati. Beberapa catatan dari Indrawan dan sketsa perjalanan yang saya lakukan akhirnya bukan hanya menjadi sebuah wacana belaka.

First trial.
Salah satu bentuk kolase ingatan yang saya coba kumpulkan dalam selembar kertas. Sungguh ternyata tidak mudah menggabungkan jutaan ide yang bergelantungan di kepala. Pekerjaan mudah ini bahkan menghabiskan waktu sampai dua hari, untuk kemudian saya biarkan menggantung di dinding menanti inspirasi datang.
Green Sketch Book l
Merupakan kumpulan sketsa perjalanan dalam sebuah buku bersampul hijau yang kami beli di Kuala Lumpur Malaysia. Dibuat saat perjalanan dan dilakukan dimana saja. Cepat dan sangat menyenangkan.
The  Genealogy of 2 Centimeters
Demikian Indrawan menyebutnya. Sketsa tangan yang saya kumpulkan selama perjalanan, dikerat sebanyak dua sentimeter dari pinggir. Dengan kayu pinus bekas yang kami temukan di sebuah gudang kayu 
Bermain kuas dan warna
Area keluarga yang disulap menjadi studio mini. Biasanya saya akan bersila di bawah menyisakan noda-noda pada karpet, sedangkan Indrawan duduk manis di depan laptop diatas meja

Shiva Parvati
Digambar diatas kertas setebal 300 gram, mengisahkan tentang perempuan China yang berdoa dengan khusyuk di hadapan Siwa Parwati dalam kuil India, di Little India, Penang Island - Malaysia.
Acrylic Reunion
Merupakan pertemuan pertama saya setelah bertahun - tahun tidak berteman dengan cat akrilik. Pekerjaan menyenangkan yang menghabiskan waktu sekitar dua hari, sedangkan Indrawan berada di Jambi untuk perancangan ulang tempat pembuangan akhir (Landfill Redesign) 

The  Pondan Remedy, Kota Kinabalu
Terinspirasi oleh Tess, seorang waria yang kami temui di Filipino Market Kota Kinabalu. Pada mulanya saya ingin mengangkat Tess sedang berjualan ikan bakar di malam hari, namun terpikir sesaat sebelum 'perempuan' itu berangkat bekerja dan sedang bersolek. 
The  Stary Night Hong Kong
Hong Kong adalah salah satu tempat paling menakjubkan selama perjalanan kami. Gemerlap dan luar biasa mahal. Kami hidup hanya dengan mi instan di kedai dua empat jam dan juga air mineral gratisan dari Chungking Mansion yang fenomenal.
Tetap, kami menemukan kesenduan dari para warga pinggiran yang tidak cukup beruntung tertawa di bawah Symphony of Light.

The  Stary Night Hong Kong II
Ingat 'Minggu Pagi di Victoria Park' karya Lola Amaria?
Sungguh, Victoria Park adalah taman reuni warga Indonesia yang bekerja di sana, bhakn pengumuman disana dietak dalam tiga bahasa : Cantonese, Tagalog dan Bahasa Indonesia. Saat itu hujan besar di Victoria Park, dan kami berteduh di antara pepohonan dan kios makanan, seraya samar - samar mendengar pembicaraan dalam bahasa Jawa yang kental.
Miri One Night Stop 
Tidak sampai duapuluh empat jam kami singgah di Miri. Tinggal di daerah pelacuran yang berdekatan dengan pasar ikan juga kelenteng.
Digambar diatas kertas sketsa yang tipis, dengan kumpulan berita yang didapat Indrawan dari The Jakarta Post.


Akhir Oktober dan awal November,
semoga hari - ari kedepan cerah dari Sabang sampai Merauke.
Jogya ku jangan marah,
sampai bertemu disana..